YESUS KRISTUS HIKMAT BAGI KITA
Saudara-saudari terkasih,
Setiap kali merayakan Natal, kita bersukacita atas kelahiran Yesus.
Peristiwa ini sungguh menyatakan betapa besar kasih Allah kepada kita:
“sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh yang
kekal” (Yoh 3: 16). Kedatangan-Nya disambut baik oleh para gembala,
yakni orang-orang kecil yang merindukan Juruselamat, maupun oleh
orang-orang Majus, yakni kalangan bijak dan terhormat yang mencari
kebenaran dan keselamatan. Janji Allah akan keselamatan terwujud dalam
diri Yesus, yakni meskipun Anak Allah telah “merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:8). Melalui
kerendahan hati dan pengorbanan diri, Yesus melaksanakan rencana Allah
untuk menyelamatkan manusia. Begitulah hikmat Allah yang berbeda dengan
hikmat dunia. Itulah sebabnya Paulus menyebut Yesus sebagai hikmat Allah
bagi Kita (I Kor 1: 24, 30).
Sudah lebih dari dua ribu tahun Yesus datang ke dunia, tetapi karya
keselamatan yang Dia tawarkan kepada umat manusia masih harus terus
diwujudkan. Banyak orang telah menanggapi undangan Allah ini dalam hidup
sehari-hari, di antaranya, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia
(HAM). Akan tetapi, kita masih menjumpai orang yang tidak peduli pada
suara hati dan tidak mengindahkan hati nurani serta tidak malu terhadap
sesamanya dan tidak takut kepada Allah hingga berbuat sesuatu yang
melanggar hak asasi manusia. Tiada lagi sukacita dan gembira ketika
manusia diperlakukan tidak adil oleh sesama; saat HAM diinjak-injak.
Saudara-saudara terkasih,
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat yang dianugerahkan
Allah kepada setiap orang. Perwujudan HAM secara baik dan benar membuat
manusia hidup secara manusiawi. Dalam Perjanjian Lama, Allah memanggil
para nabi, salah satunya, untuk mewujudkan keadilan yang juga berkaitan
dengan HAM. Nabi Amos mengingatkan bahwa mereka yang menginjak-injak hak
asasi orang-orang lemah dan miskin tidak akan hidup sejahtera (bdk. Am
5:11-12). Lalu, Amos mengajak umatnya: “Carilah yang baik dan jangan
yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN, Allah semesta
alam, akan menyertai kamu….” (Am 5: 14).
Kita patut bersyukur kepada Allah karena bangsa Indonesia menjunjung
tinggi HAM. Kita pantas berterima kasih kepada pemerintah yang telah
berusaha menangani masalah HAM secara serius. Sekalipun demikian,
persoalan HAM masih terjadi di sejumlah tempat. Pelanggaran HAM berat di
masa lalu belum selesai secara tuntas. Hak hidup layak di bidang
ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitn dengan keamanan dan kenyamanan
hidup masih terganggu di beberapa daerah. Kebebasan berbicara dan
berujar dikacaukan oleh maraknya ujar kebencian dan berita bohong yang
kadang disertai kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Ancaman,
pengrusakan dan penutupan rumah ibadah masih terjadi. Izin mendirikan
rumuh ibadah masih tersendat. Eksploitasi alam berlebihan dan transaksi
penjualan tanah masih merugikan masyarakat tertentu. Hak ekologis untuk
menikmati lingkungan yang sehat tidak sepenuhnya dirasakan, terutama
oleh kalangan masyarakat sederhana, karena pencemaran air, tanah dan
udara. Hal-hal sedemikian merupakan pelanggaran terhadap HAM dan itu
adalah tindakan manusia yang hidup menurut hikmat dunia.
Syukur kepada Allah, berkat Yesus Kristus kita dipanggil untuk hidup
menurut hikmat ilahi. Yesus Kristus itulah hikmat Allah bagi kita.
Kristus itulah yang mengajarkan kita nilai-nilai Kerajaan Allah serta
mengajak kita hidup saling mengasihi dan rela berkorban demi terciptanya
kesejanteraan bersama. Yesus menunjukan hikmatnya, melalui pewartaan
Injil dan tindakan belaskasihan untuk menguduskan dan menebus kita.
Paulus merumuskannya dengan bagus: “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam
Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia
membenarkan dan menguduskan dan menebus kita” (1 Kor 1:30).
Kita diajak untuk menyadari panggilan sebagai pribadi berkhitmat yang
dipilih untuk melayani bukan untuk dilayani. Prilaku pemimpin yang
koruptif telah merusak kesadaran moral masyarakat, seolah jalan pintas
yang tidak pantas adalah cara cepat mencapai keberhasilan. Tindakan
koruptif sering berhubungan dengan pelanggaran HAM. Untuk itu, kita
membutuhkan pemimpin dan wakil rakyat yang penuh hikmat. Hal ini sejalan
dengan sila ke-4 Pancasila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Saudara-saudari terkasih,
Natal mengingatkan kita akan hikmat Allah yang terwujudkan dalam diri
Yesus. Natal bukan semata mengenang kelahiran Yesus sebagai bayi di
atas palungan, tetapi juga kehidupan Yesus yang penuh hikmat dan
dicurahi Roh Kudus. Ia datang membawa Tahun Rahmat Tuhan (bdk. Luk 4:
18-19). Kata-katanya tidak menekan, tetapi menyejukkan. Nasihatnya tidak
meninabobokan, tetapi menegur dan memberi jalan. Tegurannya bukan
penghujatan, tetapi jalan keselamatan. Ajarannya bukan asal
menyenangkan, tetapi mengembalikan martabat manusia. Saat ditanya
murid-murid Yohanes apakah Dia itu Mesias, Yesus menjawab: “Pergilah,
dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang
buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang
tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin
diberitakan kabar baik” (Luk 7:22).
Marilah kita merayakan Natal bukan hanya dengan nyanyian dan pujian
saja, tetapi juga dengan upaya konkret untuk hidup dalam hikmat Allah.
Kita diajak untuk membela hak-hak asasi manusia sebagai ungkapan
kewajiban asasi manusia. Perayaan kelahiran Yesus, Sang Juruselamat,
menjadi saat dan kesempatan untuk memahami hakikat HAM secara baik dan
benar, menyadari luhurnya martabat manusia dan pentingnya gerakan
menghormati hak asasi manusia.
Semoga Natal ini sungguh menjadi saat bagi kita untuk bersukacita dan
bergembira. Yesus, Sang Imanuel dan Hikmat Allah bagi kita, sungguh
lahir di tengah-tengah kita dan memimpin kita untuk hidup dalam hikmat
Allah.
SELAMAT NATAL 2018 DAN TAHUN BARU 2019
Jakarta, 14 November 2018
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
Pdt. Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang (Ketua Umum PGI)
Mgr. Ignatius Suharyo (Ketua KWI)
Pdt. Gomar Gultom (Sekretaris Umum PGI)
Mgr. Antonius Bunjamin, OSC. (Sekretarian Jenderal KWI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar